• Black and White of Rainbow



    Pelangi hitam putih.

    “Musim yang baik”

    Menunggu saat mentari terbit,  sinarnya akan menjadi penantian makhluk Tuhan.  Awan mendung rintik hujan seakan menjadi teman, bias pelangi paduan warna keindahan yang mengiringi perjalanan kehidupan. Minggu pagi aku terbangun dari mimpiku yang dalam,  saat aku mengagumi kedamaian dan kenyamanan. Terdengar lagi alunan symphony, nyanyian alam saat suara burung burung di dahan bekerja mencari makan dan membuat sarang. Membuka jendela dan terhanyut ku sejenak, semilir angin sejuk merasuk sukma dan kalbu. Dering lagu berbunyi,  lagu dari band rock kesukaan membawaku semakin dalam. Tak lama ku tersadar,  itu nada  dering ponselku. Bergegas ku berlari menghampiri, aku lupa menaruh dimana ponsel aku taruh. Sambil mendengarkan aku cari tenyata jatuh dibawah tempat tidur. Ku ambil dan angkat telfon, "halo bro!  Kemana aja,  kita udah nunggu dari tadi.. Cepetan dateng ke studio". Teriakan spontan dan mengagetkan itu diakhiri dengan tutup telfon seketika.  Itu telfon dari Kelvin,  teman bandku. Aku baru sadar kalau semalam bikin janji untuk latihan band dengan teman teman.  Bergegas ku bersiap lalu pergi menaiki motor dengan kencang.

    Sesampainya di studio -- basecamp, mereka sudah menunggu di dalam studio dan lengkap dengan coretan materi lagu project yang memenuhi papan. Seolah terlihat ekspresi kesal tapi ejekan santai dan senda gurau sudah menjadi hal yang biasa buat kami. Memulai dengan serius, menentukan fokus aransemen lagu, dan mengutarakan pemikiran idealis hingga terkadang mencapai klimaks pada emosi kecil. Dinamika komunikasi yang kami jalani seakan menjadi gradasi warna yang indah pada musim yang baik.
    “Fatamorgana”
    Beranjak dewasa saat aku mulai menemukan kebosanan dari hidupku yang datar. Saat orang tua menghardik aku untuk terus belajar dan kelak menjadi seperti yang mereka inginkan. Aku selalu memimpikan sesuatu yang tidak ada itu menjadi nyata, seakan aku melihat bias cahaya fatamorgana. Tanpa dukungan orang tua, sedikit perhatian aku abaikan dan mulai  belajar bermusik secara otodidak seakan itu menjadi awalku mencari jati diri. Sebuah tangga yang akan membawaku pada sebuah kehidupan yang lebih baik dimana seni dan kreativitas setiap orang akan dirayakan dan kekuatan menakjubkan dari musik akan dihargai dan dinikmati semua orang. Naluri membawaku pada sebuah pertemuan, satu persatu kami dipertemukan pada sebuah percakapan  dan perlahan mulai mempengaruhi gaya bermusik. Pada saat yang sama kami terkagum dan melayang ke titik perasaan yang menggembirakan di telinga, membangkitkan kembali perasaan semangat yang telah lama tertidur pada sebuah kekuatan dan harga diri.
    “Yang Terpilih - Pembawa Pesan”
    Kami mulai memainkan berbagai lagu hingga semangat membawa kami untuk mengikuti berbagai lomba musik. Bukan perjalanan yang singkat hingga kami mencapai prestasi yang kami inginkan, namun jatuh bangun menjadi sebuah pembelajaran yang berharga. Saat sampai pada sebuah titik, dimana kami dapat mendengar tepuk tangan dikerumunan keramaian dan menyampaikan musik sebagai pesan secara universal melampaui bahasa konvensional. Peran yang menjadikan kami sebagai sebuah komunikator untuk dapat saling berbagi rasa dan pengalaman hingga diterjemahkan penerima berdasar kerangka pengalaman dan konvensi budayanya. Namun kami sadari bahwa perbedaan budaya dapat mempengaruhi interprestasi musik pada sebuah kompleksitas visual literal, simbol dan metafora hingga mampu untuk menentang struktur sosial yang dominan bahkan merubah gaya hidup. Waktu terus berlalu, kita berusaha selalu menjadi diri sendiri, bebas berjalan dan menikmati hidup seperti alunan symphony.
    “Jalan Yang Bercabang”
    Beberapa tahun lamanya sejak SMA kami mulai menemukan irama musik, harmonisasi yang menyatukan segala keegoisan pada sebuah mimpi yang besar. Jiwa yang menuntun kami untuk selalu memainkan musik bersama dan segala keyakinan bahwa kami adalah satuan kuat dan takdir tak terelakan. Memasuki masa akhir perkuliahan, kami selalu bermimpi untuk dapat bekerja sesuai dengan hobi. Harapannya tentu saja ingin menjalani segala tugas dan tanggung jawab dengan senang hati. Namun tidak semua orang memiliki keberuntungan bisa memiliki penghasilan atas apa yang disukai. Saat tersulit dimana langkah hati yang berat kami justru merasa terjebak karena pilihan. Banyak faktor yang mempengaruhi diantara idealisme musik, industri musik tanah air, dan minimnya dukungan pemerintah atas kreativitas juga kekayaan intelektual para musisi. Kami memilih untuk tidak berjuang bersama saat itu namun harus merelakan dengan menjalani rutinitas baru diluar apa yang kami senangi. Namun seringkali waktu di kantor lebih menyita dan muncul hasrat untuk menjalani kesukaan musik di waktu libur, bahkan mencuri waktu luang di hari kerja.
    “Bisikan Dalam Angin”
    Saat saat yang membuatku risau, pertanyaan besar melintas dipikiran “Kenapa tidak menyerah, dan perjuangkan dari awal mimpi kalian?”. Memang benar, semangat bekerja akan dimiliki asal kita menyukai apa yang kita lakukan. Maka pelajarilah segala kesukaanmu yang membuat bersemangat, dengan berbekal pengalaman siapa tau dapat bermanfaat di masa depanmu kelak. Terkadang seseorang harus berlari dari kenyataan saat bertemu masalah dan tak pernah ada solusinya. Namun ada kalanya kita harus terus berjuang menghadapi permasalahan demi meraih apa yang seharusnya kita dapatkan dan tidak ada kata menyerah meskipun banyak rintangan menghadang. Jika permasalahan besar adalah nyata, maka potensi kekuatan yang luar biasa juga sebuah kenyataan. Janganlah kita melewatkan masa masa tersebut hanya dengan mengeluh, menangis dan meratapi kondisi. Yakinkan bahwa rencana Tuhan itu lebih baik, selanjutnya kita optimalkan saja. Biarkanlah musik selalu memberikan jiwanya kepada alam semesta, sayap untuk pikiran, penerbangan untuk imajinasi dan kehidupan untuk segala sesuatu - Plato.

    Copyright © Tommy Ajrul Naim
    Story of IRO
  • 0 komentar:

    Posting Komentar

    Iro Music Copyright ©2017. Diberdayakan oleh Blogger.